Kamis, 29 September 2016

THE UNEXPECTED AND EDUCATION: CURRICULUMS FOR CREATIVITY by Romina Elisondo, dkk.

BAB I
SINOPSIS

A.     Intoduction
Pendidikan kreatif bergantung pada persepsi dan keyakinan dari para aktor terhadap kreativitas, ekspresi mereka. Kreativitas dan pendidikan adalah proses sosial budaya yang selalu dikembangkan dalam interaksi dengan orang lain.
Kreativitas dalam konteks pendidikan dapat dihasilkan di dalam dan di luar kelas maupun lembaga. Misalnya, kegiatan ekstrakurikuler yang menawarkan kesempatan berbeda pada perkembangan proses kreatif. Perkembangan kontak dengan orang-orang penting, belajar pengetahuan teoritis dan praktis, memecahkan masalah yang kompleks dan artikulasi teori dan praktek adalah beberapa tindakan yang difasilitasi dengan berpartisipasi dalam proyek-proyek ekstrakurikuler. Hal ini penting untuk menciptakan konteks pendidikan di mana kreativitas adalah inti dari proses belajar mengajar yang mengembangkan pemikiran kreatif sehingga proses kreativitas kelompok dapat didukung dan terbentuk ikatan kreatif. Hal ini juga sangat penting untuk menerima konsepsi terpadu, radikal dan sosial budaya dalam rangka menciptakan kreativitas pada konteks pendidikan. Mengambil keputusan-keputusan dan mengambil risiko juga penting untuk mengubah pendidikan kreatif.
B.     The Unexpected in Creativity
Para pakar menjelaskan berbagai proses kreatif yang meliputi: persiapan, inkubasi (sadar kemungkinan solusi untuk masalah ini), wawasan (penemuan sadar solusi untuk masalah ini), verifikasi (evaluasi solusi dan verifikasi adaptasi) dan elaborasi (transformasi ide menjadi produk). Pada berbagai tahap proses, ide-ide, gambar, pengetahuan, kombinasi dan produk, hal tak terduga dapat muncul. Peneliti kognitif menganggap komponen utama kognitif untuk pemikiran kreatif adalah wawasan (penemuan tiba-tiba solusi untuk masalah), ekspansi konseptual (perluasan kerangka kerja konseptual untuk mengembangkan ide-ide kreatif), pengetahuan baru diaktifkan (pengetahuan diaktifkan karena pengalaman baru individu), kombinasi konseptual (konsep sintesis sebelumnya) dan citra mental (pola makna yang valid). Beberapa penelitian tentang konteks alami dan buatan juga menunjukkan bahwa kreativitas berhubungan dengan kejadian yang tidak biasa dan tak terduga.
Hal yang tak terduga juga terkait dengan konsep penting dalam ketertiban untuk memahami tahap-tahap awal proses kreatif yaitu kreativitas mini. Kreativitas mini adalah kreativitas yang melekat dalam semua proses belajar dan didefinisikan sebagai interpretasi baru dan pribadi berdasarkan tindakan, pengalaman dan peristiwa individu. Selain itu, improvisasi juga merupakan sumber kreatif yang penting.
Munculnya ide dan citra mental diproduksi secara tiba-tiba dan, tak terduga. Hal ini tampaknya menjadi ciri utama dari proses kreatif. Pada saat yang sama, proses ini memungkinkan untuk menciptakan masalah dan produk baru yang tak terduga dan penting. Semua proses kreatif, dari ide-ide munculnya hingga transformasi mereka dalam produk, berlangsung tiba-tiba dan ragu-ragu bahkan untuk individu itu sendiri. Komponen kreativitas tak terduga muncul berkat dedikasi dan ketekunan usaha orang dan kelompok. Ide-ide dan produk yang tak terduga muncul ketika orang-orang atau kelompok berpikir terus-menerus tentang topik dan masalah-masalah tertentu.
Proses kreatif memiliki banyak situasi yang tidak terduga, tidak pasti dan tak terduga yang memberikan tempat untuk ketidakpastian, motivasi, kejutan dan keinginan untuk berjalan belum dijelajahi jalan pintas dan jalur. Proposal yang disajikan di bawah ini adalah perencanaan item untuk yang tak terduga; kita tidak menunggu, tapi kami mengambil keputusan kurikuler dan memprovokasi situasi yang tidak terduga.
C.     Proposals Unexpected in University
Romina Elisando, dkk menawarkan beberapa program yang digunakan untuk meningkatkan kreativitas manusia. Program ini merupakan pembelajaran yang tak terduga yang diharapkan dapat berkontribusi dalam konstruksi konteks kreatif yang luas dalam pendidikan tinggi.  The Suitcase of Grandmother Cristina adalah aktivitas tak terduga yang dikembangkan bersama mahasiswa sarjana dan pascasarjana dari Universitas Nasional dari Rio Cuarto. Siswa secara berkelompok diminta untuk menulis teks yang berarti dan saling berhubungan setidaknya tiga benda yang tak terduga yang diambil dari koper nenek Cristina. Dalam Koper dari Nenek Cristina, siswa bisa menemukan elemen berikut: sepatu mainan, sebuah metronom tua, metronom modern, pasangan silikon dan obyek yang menciptakan hologram. Kelompok menciptakan produksi tidak terduga dan beragam; fantasi peserta, game, pengalaman dan emosi yang terintegrasi dalam teks. Sebagian besar kelompok mengomentari pengalaman masa kecil yang berhubungan dengan game dan imajinasi.
Guru tak terduga (dari tempat lain) diundang untuk mengisi kelas sehingga dapat membuat kontribusi penting untuk proses belajar siswa dan mendukung kreativitas. Guru tak terduga memungkinkan siswa untuk menjalin kontak dengan orang lain, mengetahui sudut pandang yang berbeda dan pengetahuan yang tak terduga sesuai dengan program pendidikan yang didirikan.
Ada juga link yang ditawarkan ke siswa sehingga mereka bisa mencari informasi yang tak terhitung jumlahnya di web dan menemukan pengetahuan dan ide-ide yang tidak terbatas; dan dapat berjalan jalan yang belum dijelajahi. Selain itu, kunjungan ke tempat-tempat yang tak terduga seperti perpustakaan virtual merupakan program yang ditawarkan dalam proposal. Link tak terduga dan kunjungan ke perpustakaan virtual adalah kegiatan yang memungkinkan untuk articulate proposal awal literasi informasi, ilmu komunikasi dan kreativitas di universitas.
D.    Pertimbangan akhir
Secara garis besar, tak terduga menawarkan elemen untuk berpikir tentang konteks pendidikan yang kreatif dan inovatif, yang dapat mengenali guru dan potensial siswa, mengakui sifat dinamis dan kompleks isi kurikuler. Hal ini penting untuk menumbuhkan kemungkinan berpikir dan belajar dari orang lain dan alat budaya, diagram sosial budaya pada pendidikan dan kreativitas menyediakan kerangka kerja analitis yang menarik.



BAB II
PEMBAHASAN

Utami Munandar (Agus Taufiq, 2011: 51) menjelaskan kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi dan unsur-unsur yang ada. Kreativitas juga bisa diartikan sebagai hasil pikiran manusia yang berbeda dengan yang biasanya. Kreativitas ini sangat penting untuk mendukung kemampuan berpikir manusia.
Kreativitas seringkali dihubung-hubungkan dengan kecerdasan. Sebagian orang menganggap bahwa siswa yang memiliki skor IQ tinggi pasti lebih kreatif dari yang memiliki skor IQ lebih rendah. Pernyataan tersebut belum tentu benar karena faktanya ada anak-anak yang skor IQ-nya normal tetapi memiliki kreativitas yang lebih tinggi dari anak yang berada pada kelompok IQ di atas normal. Ini sejalan dengan pendapat Taylor & Holland (Daryanto, 2009: 147) yang menyatakan bahwa kecerdasan hanya memegang peranan kecil dalam tingkah laku kreatif, dan dengan demikian tidak memadai untuk dipakai sebagai ukuran kreativitas.
Kreativitas tidak hanya berbentuk barang. Kreativitas dapat tercermin dalam ide-ide sehingga dapat berupa kegiatan atau pemikiran imajinatif. Melalui imajinasi, sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Proses imajinatif dapat dilatih dengan pendekatan scientific dan membiasakan anak berpikir divergen.
Kreativitas sangat penting untuk anak karena memiliki peran strategis dalam pemecahan masalah. Kreativitas juga dapat dijadikan sebagai wadah aktualisasi diri dan menyalurkan emosi. Selain itu, kreativitas juga mendorong anak mengembangkan kecerdasannya. Misalnya, anak diberikan beberapa lego. Jika anak tersebut kreatif maka dia dapat membuat beberapa benda yang berbeda dari lego tersebut sehingga menambah wawasan anak. Sedangkan pada anak yang tidak kreatif, dia akan kesulitan menyusun lego atau menghasilkan lego dengan tipe yang hampir sama.
Sund (Daryanto, 2009:147-148) menyebutkan ciri-ciri anak kreatif sebagai berikut.
1.      Memiliki keingintahuan yang besar.
2.      Bersikap terbuka terhadap hal-hal baru.
3.      Panjang akal.
4.      Memiliki keinginan untuk menemukan dan meneliti.
5.      Cenderung lebih menyukai tugas yang berat dan sulit.
6.      Cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan.
7.      Memiliki dedikasi, semangat serta aktif dalam melaksanakan tugasnya.
8.      Berpikir fleksibel
9.      Menanggapi pertanyaan dan menjawab pertanyaan lebih banyak
10.  Kemampuan membuat analisis dan sintesis.
11.  Memiliki daya abstrak yang cukup baik.
12.  Memiliki latar belakang membaca yang luas.
Keduabelas ciri-ciri anak kreatif tersebut menunjukkan betapa kreativitas dapat mengembangkan wawasan dan kemampuan kognitif siswa. Orang-orang sukses seperti Plato, Leonardo Da Vinci, Affandi, JK. Rowling memiliki ciri-ciri tersebut. Dalam jangka panjang, orang-orang kreatif dapat membangun etos kerja yang baik karena mampu menggabungkan elemen-elemen secara unik sehingga melahirkan pemikiran yang berbeda. Sebagaimana yang dapat dipelajari dari cerita JK. Rowling, dimana penulis fenomenal tersebut menjadikan kegemarannya sebagai lahan mata pencaharian. Dia mengedepankan berpikir out of the box sehingga karya-karyanya mampu menyihir para pembaca.  Ini menunjukkan betapa pentingnya kreativitas untuk anak-anak sehingga guru wajib mendorong anak menjadi anak yang kreatif.
Kreativitas tidak semata-mata diperoleh berdasarkan faktor keturunan namun dipengaruhi oleh stimulus dari lingkungan sehingga guru harus memberikan stimulus yang tepat agar kreativitas siswa berkembang. Kreativitas dapat dibentuk oleh guru melalui pembelajaran. Klausmeier & Ripple (Daryanto, 2009: 153-155) menjelaskan asas-asas pembelajaran untuk mengembangkan kreativitas dilakukan dengan cara:
1.      memberikan kesempatan siswa untuk berekspresi,
2.      keberhasilan yang dialami dalam usaha-usaha kreatif mendorong ekspresi kreatif yang tingkatnya lebih tinggi,
3.      berpikir dan bertingkah laku secara bebas dan meluas, dan
4.      menggunakan cara-cara untuk mengembangkan kreativitas.
Dalam pembelajaran, kreativitas ini sangat penting agar siswa tidak bosan dan siswa dapat memperoleh pembelajaran yang lebih bermakna. Ada berbagai cara yang bisa digunakan guru untuk mengungkapkan kreativitasnya dalam pembelajaran, misalnya dalam menggunakan model, metode ataupun media belajar. Pembelajaran yang kreatif ini dapat direncanakan dari awal semester atau bisa juga dilakukan saat guru menemui permasalahan. Misalnya, guru menemukan siswa belum menguasai konsep pecahan walaupun guru sudah menggunakan media gambar. Untuk menghadapi permasalahan tersebut, guru secara insidental menciptakan pembelajaran kreatif yang tidak ada di buku dan disesuaikan oleh kondisi siswanya.
Daryanto (2009: 156-155) dan Sri Widayati, dkk (2002: 16-17) menyebutkan cara yang bisa digunakan untuk mengembangkan kreativitas adalah :
1.      belajar konstruktivisme,
2.      melakukan pendekatan inquiry (pencaritahuan),
3.      menggunakan teknik-teknik sumbang saran (brain storming),
4.      tugas-tugas realistis dan berarti,
5.      memberikan penghargaan bagi prestasi kreatif, dan
6.      meningkatkan pemikiran kreatif melalui banyak media.
Jika dilihat dari cara-cara tersebut, untuk mengembangkan kreativitas siswa dibutuhkan pendekatan student centered sehingga siswa tidak hanya duduk diam selama pembelajaran.
Praktek pendidikan selama ini masih kurang memfasilitasi kreativitas siswa. Proses belajar di dunia pendidikan formal saat ini masih menitikberatkan pada proses berpikir konvergen sehingga banyak siswa terhambat dan tidak mampu menghadapi masalah yang menuntut pemikiran dan pemecahan masalah secara kreatif. Fakta lain, guru-guru masih menggunakan metode ceramah dan memaksakan siswa selama berjam-jam duduk diam di kursinya mendengarkan penjelasan guru. Pembelajaran seperti ini tidak memberi kesempatan siswa untuk mengeksplor pengetahuannya dan mencoba hal-hal baru. Bahkan, saat Penulis masih SD, seorang guru memberikan nilai rendah pada karya siswa karena tidak sesuai dengan siswa yang lainnya. Guru terbiasa melihat hasil karya yang sama dan kurang mengapresiasi jika siswa menampilkan karya yang berbeda. Itu membuat siswa menjadi takut mengekspresikan kreativitasnya. Jika hal ini terus dibiarkan, maka anak-anak sekolah hanya akan tercetak menjadi robot yang selalu mengikuti perintah dan tidak berani mengekspresikan kepiawaiannya.
Hampir semua sekolah formal di Indonesia kurang menyentuh aspek kreativitas siswa. ini terjadi karena dampak dari kurikulum 1975 yang berorientasi pada hasil belajar siswa pada ranah kognitif (Suyanto&Djihad Hisyam, 2000: 148). Kurikulum ini terus diperbaiki namun karena guru sebagai manajemen kelas sudah merasa nyaman dengan pembelajaran tempo dulu maka kurikulum 1994 yang secara filososfis menaruh perhatian pada pembelajaran yang dinamis pun tidak dapat berjalan sesuai dengan tujuannya. Dari penjelasan tersebut, dapat kita pahami betapa pentingnya perubahan (inovasi) pembelajaran untuk menstimulus kreativitas siswa.
Kreativitas selalu diikuti oleh inovasi karena kreativitas tanpa inovasi bagaikan sayur tanpa garam. Inovasi menyebabkan kreativitas seseorang bukanlah hanya hal yang berbeda saja tetapi juga memiliki nilai guna, efisiensi, efektifitas maupun keunggulan sehingga kreativitas yang disertai inovasi menjadi karya yang berbeda dan bernilai tinggi. Inovasi dalam pendidikan diartikan sebagai suatu perubahan yang baru, dan kualitatif berbeda (dari hal sebelumnya), serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan (Udin Syaefudin Sa’ud, 2009: 6). Indonesia sudah berkali-kali melakukan inovasi pembelajaran seperti pengembangan cara belajar siswa aktif (CBSA) dan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) (Daryanto&Muljo Raharjo, 2012: 203).
Pembelajaran aktif, kreatif, efektif, menyenangkan (PAKEM) merupakan pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik melakukan kegiatan yang beraneka ragam untuk mengembangkan keterampilan, sikap, dan pemahaman dengan penekanan pada belajar sambil bermain. Pendekatan ini mengaktivasi kinerja otak kanan dan otak kiri sehingg siswa tidak hanya pintar namun juga kreatif. Di Indonesia, pendekatan ini sangat disarankan untuk dipakai sebagaimana yang tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, PP No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Kepmendiknas No. 129a tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan (Daryanto, 2009: 208).
Pembelajaran PAKEM terus dikembangkan dan mengalami beberapa penambahan unsur sehingga namanya berubah menjadi PAIKEM kemudian PAIKEM GEMBROT. Perubahan nama tersebut tidak mengubah esensi dari PAIKEM, namun malah menyempurnakannya. Daryanto (2009: 210-211) menyebutkan tujuh ada prinsip pendekatan PAKEM sebagai berikut.
1.      Belajar itu melibatkan seluruh pikiran dan tubuh.
2.      Belajar adalah mengkreasi bukan mengkonsumsi.
3.      Kerjasama itu membantu proses belajar.
4.      Belajar itu berlangsung pada banyak tingkatan secara bersamaan (simultan).
5.      Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri (dengan umpan balik).
6.      Emosi positif sangat membantu belajar.
7.      Otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.
Berdasarkan ketujuh prinsip tersebut, dapat disimpulkan bahwa PAKEM sangat memfasilitasi kreativitas anak.
Jika dibandingkan antara pendekatan PAKEM dengan pembelajaran yang dikembangkan oleh Romina Elisondo, dkk maka terdapat kesamaan di antara keduanya. Hal itu dapat ditinjau dari prinsip pendekatan PAKEM. Pertama, pendekatan PAKEM berprinsip belajar itu melibatkan seluruh pikiran dan tubuh. Proposal The Unexpected and Education: Curriculum for Creativity menawarkan link dan kunjungan ke perpustakan untuk menambah wawasan. Selain menambah wawasan, aktifitas ini juga menggerakkan tubuh karena peserta didik tidak hanya belajar di dalam kelas, namun di luar kelas.
Kedua, PAKEM menekankan belajar itu mengkreasi bukan mengkonsumsi.ini sejalan dengan program The Suitcase of Grandmother Cristina dimana peserta didik diminta untuk mengkreasikan barang-barang yang ada di koper nenek Cristina menjadi kalimat-kalimatyang bermakna. Siswa tidak hanya didekte atau menghafal dalam membuat kalimat, namun memproduksi kalimat itu sendiri melakukan kegiatan yang tak terduga.
Ketiga, dalam pendekatan PAKEM disarankan untuk bekerja sama karena kerja sama dapat membantu proses belajar. Kegitan memproduksi kalimat dalam The Suitcase of Grandmother Cristina dilaksanakan secara berkelompok sehingga jika ada satu anak dalam kelompok kurang mampu dalam membuat kalimat, dapat dibantu dengan anggota kelompok lainnya. Itu berarti, siswa yang kurang mampu dapat dibantu proses belajarnya oleh siswa yang lebih mampu.
Keempat, pendekatan PAKEM menganggap belajar itu berlangsung pada banyak tingkatan secara bersamaan (simultan). Saat Romina Elisondo, dkk menghadirkan guru dari tempat lain, siswa belajar banyak hal yaitu memperoleh informasi yang berbeda, belajar berinteraksi dengan orang baru dan memperlajari perspektif sosial budaya yang berbeda. Dalam kegiatan tersebut, siswa belajar dengan tingkatan yang berbeda-beda secara bersamaan.
Kelima, PAKEM berasumsi belajar itu berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri (dengan umpan balik). Dalam proposal yang telah dijelaskan di atas, berbagai kegiatan memungkinkan siswa mengkonstruksi pemikirannya sendiri dan guru berfungsi sebagai pengarah, mengarahkan agar konstruksi pemikiran yang dibuat tidak salah. Selain itu, melalui berbagai kegiatan tersebut siswa juga memperoleh emosi positif. Siswa dapat bekerja sama dengan orang lain yang tentunya membuat mereka bahaggia dan mengenal pribadi-pribadi yang baru melalui kunjungan virtual dan guru dari tempat lain. Ini berarti, kegiatan tersebut sudah mencakupprinsip keenam pendekatan PAKEM yaitu emosi positif sangat membantu belajar.
Terakhir, pendekatan PAKEM menyebabkan otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis. Otak citra bertuga merepresentasikan sinyal-sinyal yang diperloh dari lingkungan. Sinyal ini dapat langsung dimaknai jika subyek memperhatikan dan fokus dalam beraktivitas. Individu akan fokus jika dia menikmati pembelajaran sebagaimana pembelajaran yang dilaksanakan saatmencari tahu isi koper nenek Catrina sehingga siswa menjadi tahu apa isi koper tersebut meskipun tidak berinterasi dengan obyek dalam waktu yang lama.
Penerapan pendekatan PAKEM dan pembelajaran dari proposal The Unexpected and Education: Curriculum for Creativity dapat dilaksanakan jika didukung oleh kreativitas guru serta sarana dan prasarana. Guru sebagai pengelola kelas harus menciptakan pembelajaran yang kreatif. Usaha guru dalam menciptakan pembelajaran yang kreatif juga harus didukung oleh sarana dan prasarana agar pembelajaran lebih mudah diterima oleh siswa.
Ada beberapa faktor penghambat implementasi pembelajaran tersebut yaitu perbedaan individual siswa, kedisiplinan siswa dalam mengikuti pembelajaran dan sarana atau prasarana yang terbatas. Setiap anak memiliki karakteristik masing-masing dan guru tidak boleh memaksakan siswa agar menjadi sama. Keberagaman siswa ini menuntut guru untuk merancang pembelajaran yang dapat memfasilitasi semua siswa. Siswa sebagai subjek pendidikan terkadang masih susah untuk mengikuti aturan yang telah dibuat guru. Hal itu menyebabkan pembelajaran menghabiskan terlalu banyak waktu sehingga tidak efektif. Sarana dan prasarana seperti komputer yang tersambung internet juga masih minim. Ini membuat guru merasa kesulitan saat harus mengajarkan materi yang terlalu abstrak.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan jika pendekatan PAKEM dan pembelajaran yang ditawarkan dalam proposal The Unexpected and Education: Curriculum for Creativity memiliki kesamaan. Selain itu, kedua pembelajaran tersebut juga sama-sama memfasilitasi peningkatan kreativitas anak. Oleh karena itu pembelajaran ini perlu diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kreativitas merupakan hal yang sangat penting untuk ditanamkan kepada siswa sejak kecil. Pelaksanaan pembelajaran kreatif dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti The Suitcase of Grandmother Cristina, mendatangkan guru dari tempat lain, memberikan kesempatan siswa mengakses beberapa link yang tak terduga serta kunjungan ke perpustakaan virtual.
Di Indonesia, pembelajaran yang menekankan kreativitas siswa juga terus digalakkan seperti yang terdapat dalam pendekatan PAKEM. Pendekatan PAKEM ini memiliki beberapa kesamaan dengan proposal The Unexpected and Education: Curriculum for Creativity. Selain kesamaan, kedua pembelajaran tersebut juga mengalami hambatan dalam implementasinya berupa perbedaan individual siswa, kedisiplinan siswa dalam mengikuti pembelajaran dan sarana atau prasarana yang terbatas.
B.     Saran
Guru merupakan garda terdepan dalam pendidikan. Sebagus apapun strategi pembelajaran yang dicanagkan, jika guru tidak mau berusaha memenuhi kompetensi profesinya, maka kreativitas itu tidak akan dirasakan oleh siswa. Oleh karena itu, Penulis berharap guru dapat berjuang meningkatkan proses pendidikan sehingga akan terbentuk anak-anak yang kreatif, imajinatif dan inovatif.



DAFTAR PUSTAKA


Agus Taufiq, dkk. (2011). Pendidikan Anak di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Daryanto. (2009). Panduan Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Jakarta: AV Publisher.

Daryanto&Muljo Raharjo (2012). Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: GAVA MEDIA.

Suyanto&Djihad Hisyam. (2000). Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III. Yogyakarta: ADICITA KARYA NUSA.

Sri Widayati, dkk. (2002). Reformasi Pendidikan Dasar. Jakarta: PT Grasindo.


Udin Syaefudin Sa’ud. (2009). Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar