BAB
I
SINOPSIS
A.
Intoduction
Pendidikan kreatif bergantung pada persepsi dan keyakinan
dari para aktor terhadap kreativitas, ekspresi mereka. Kreativitas dan
pendidikan adalah proses sosial budaya yang selalu dikembangkan dalam interaksi
dengan orang lain.
Kreativitas dalam konteks pendidikan dapat dihasilkan di
dalam dan di luar kelas maupun lembaga. Misalnya, kegiatan ekstrakurikuler yang
menawarkan kesempatan berbeda pada perkembangan proses kreatif. Perkembangan
kontak dengan orang-orang penting, belajar pengetahuan teoritis dan praktis,
memecahkan masalah yang kompleks dan artikulasi teori dan praktek adalah
beberapa tindakan yang difasilitasi dengan berpartisipasi dalam proyek-proyek
ekstrakurikuler. Hal ini penting untuk menciptakan konteks pendidikan di mana
kreativitas adalah inti dari proses belajar mengajar yang mengembangkan
pemikiran kreatif sehingga proses kreativitas kelompok dapat didukung dan terbentuk
ikatan kreatif. Hal ini juga sangat penting untuk menerima konsepsi terpadu,
radikal dan sosial budaya dalam rangka menciptakan kreativitas pada konteks
pendidikan. Mengambil keputusan-keputusan dan mengambil risiko juga penting
untuk mengubah pendidikan kreatif.
B. The Unexpected in Creativity
Para pakar menjelaskan berbagai proses kreatif yang meliputi:
persiapan, inkubasi (sadar kemungkinan solusi untuk masalah ini), wawasan
(penemuan sadar solusi untuk masalah ini), verifikasi (evaluasi solusi dan
verifikasi adaptasi) dan elaborasi (transformasi ide menjadi produk). Pada
berbagai tahap proses, ide-ide, gambar, pengetahuan, kombinasi dan produk, hal tak
terduga dapat muncul. Peneliti kognitif menganggap komponen utama kognitif
untuk pemikiran kreatif adalah wawasan (penemuan tiba-tiba solusi untuk masalah),
ekspansi konseptual (perluasan kerangka kerja konseptual untuk mengembangkan
ide-ide kreatif), pengetahuan baru diaktifkan (pengetahuan diaktifkan karena
pengalaman baru individu), kombinasi konseptual (konsep sintesis sebelumnya)
dan citra mental (pola makna yang valid). Beberapa penelitian tentang konteks
alami dan buatan juga menunjukkan bahwa kreativitas berhubungan dengan kejadian
yang tidak biasa dan tak terduga.
Hal yang tak terduga juga terkait dengan konsep penting
dalam ketertiban untuk memahami tahap-tahap awal proses kreatif yaitu kreativitas
mini. Kreativitas mini adalah kreativitas yang melekat dalam semua proses
belajar dan didefinisikan sebagai interpretasi baru dan pribadi berdasarkan
tindakan, pengalaman dan peristiwa individu. Selain itu, improvisasi juga merupakan
sumber kreatif yang penting.
Munculnya ide dan citra mental diproduksi secara tiba-tiba dan,
tak terduga. Hal ini tampaknya menjadi ciri utama dari proses kreatif. Pada
saat yang sama, proses ini memungkinkan untuk menciptakan masalah dan produk baru
yang tak terduga dan penting. Semua proses kreatif, dari ide-ide munculnya
hingga transformasi mereka dalam produk, berlangsung tiba-tiba dan ragu-ragu
bahkan untuk individu itu sendiri. Komponen kreativitas tak terduga muncul
berkat dedikasi dan ketekunan usaha orang dan kelompok. Ide-ide dan produk yang
tak terduga muncul ketika orang-orang atau kelompok berpikir terus-menerus
tentang topik dan masalah-masalah tertentu.
Proses kreatif memiliki banyak situasi yang tidak terduga,
tidak pasti dan tak terduga yang memberikan tempat untuk ketidakpastian,
motivasi, kejutan dan keinginan untuk berjalan belum dijelajahi jalan pintas
dan jalur. Proposal yang disajikan di bawah ini adalah perencanaan item untuk
yang tak terduga; kita tidak menunggu, tapi kami mengambil keputusan kurikuler
dan memprovokasi situasi yang tidak terduga.
C. Proposals Unexpected in University
Romina Elisando, dkk menawarkan beberapa program yang
digunakan untuk meningkatkan kreativitas manusia. Program ini merupakan
pembelajaran yang tak terduga yang diharapkan dapat berkontribusi dalam
konstruksi konteks kreatif yang luas dalam pendidikan tinggi. The Suitcase of Grandmother Cristina
adalah aktivitas tak terduga yang dikembangkan bersama mahasiswa sarjana dan
pascasarjana dari Universitas Nasional dari Rio Cuarto. Siswa secara berkelompok diminta untuk menulis teks yang berarti
dan saling berhubungan setidaknya tiga benda yang tak terduga yang diambil dari
koper nenek Cristina. Dalam Koper dari Nenek Cristina, siswa bisa menemukan
elemen berikut: sepatu mainan, sebuah metronom tua, metronom modern, pasangan
silikon dan obyek yang menciptakan hologram. Kelompok menciptakan produksi tidak
terduga dan beragam; fantasi peserta, game, pengalaman dan emosi yang
terintegrasi dalam teks. Sebagian besar kelompok mengomentari pengalaman masa
kecil yang berhubungan dengan game dan imajinasi.
Guru tak terduga (dari tempat lain) diundang untuk mengisi kelas sehingga dapat membuat kontribusi
penting untuk proses belajar siswa dan mendukung kreativitas. Guru tak terduga
memungkinkan siswa untuk menjalin kontak dengan orang lain, mengetahui sudut
pandang yang berbeda dan pengetahuan yang tak terduga sesuai dengan program
pendidikan yang didirikan.
Ada juga link yang ditawarkan ke siswa sehingga mereka bisa mencari
informasi yang tak terhitung jumlahnya di web dan menemukan pengetahuan dan
ide-ide yang tidak terbatas; dan dapat berjalan jalan yang belum dijelajahi. Selain
itu, kunjungan ke tempat-tempat yang tak terduga seperti perpustakaan virtual
merupakan program yang ditawarkan dalam proposal. Link tak terduga dan
kunjungan ke perpustakaan virtual adalah kegiatan yang memungkinkan untuk
articulate proposal awal literasi informasi, ilmu komunikasi dan kreativitas di
universitas.
D.
Pertimbangan akhir
Secara garis besar, tak terduga menawarkan elemen untuk
berpikir tentang konteks pendidikan yang kreatif dan inovatif, yang dapat mengenali
guru dan potensial siswa, mengakui sifat dinamis dan kompleks isi kurikuler. Hal
ini penting untuk menumbuhkan kemungkinan berpikir dan belajar dari orang lain
dan alat budaya, diagram sosial budaya pada pendidikan dan kreativitas
menyediakan kerangka kerja analitis yang menarik.
BAB II
PEMBAHASAN
Utami Munandar (Agus
Taufiq, 2011: 51) menjelaskan kreativitas adalah kemampuan untuk membuat
kombinasi baru, berdasarkan data, informasi dan unsur-unsur yang ada. Kreativitas
juga bisa diartikan sebagai hasil pikiran manusia yang berbeda dengan yang
biasanya. Kreativitas ini sangat penting untuk mendukung kemampuan berpikir
manusia.
Kreativitas seringkali
dihubung-hubungkan dengan kecerdasan. Sebagian orang menganggap bahwa siswa
yang memiliki skor IQ tinggi pasti lebih kreatif dari yang memiliki skor IQ lebih
rendah. Pernyataan tersebut belum tentu benar karena faktanya ada anak-anak
yang skor IQ-nya normal tetapi memiliki kreativitas yang lebih tinggi dari anak
yang berada pada kelompok IQ di atas normal. Ini sejalan dengan pendapat Taylor
& Holland (Daryanto, 2009: 147) yang menyatakan bahwa kecerdasan hanya
memegang peranan kecil dalam tingkah laku kreatif, dan dengan demikian tidak
memadai untuk dipakai sebagai ukuran kreativitas.
Kreativitas tidak hanya
berbentuk barang. Kreativitas dapat tercermin dalam ide-ide sehingga dapat
berupa kegiatan atau pemikiran imajinatif. Melalui imajinasi, sesuatu yang
tidak mungkin menjadi mungkin. Proses imajinatif dapat dilatih dengan
pendekatan scientific dan membiasakan
anak berpikir divergen.
Kreativitas sangat penting
untuk anak karena memiliki peran strategis dalam pemecahan masalah. Kreativitas
juga dapat dijadikan sebagai wadah aktualisasi diri dan menyalurkan emosi. Selain
itu, kreativitas juga mendorong anak mengembangkan kecerdasannya. Misalnya,
anak diberikan beberapa lego. Jika anak tersebut kreatif maka dia dapat membuat
beberapa benda yang berbeda dari lego tersebut sehingga menambah wawasan anak.
Sedangkan pada anak yang tidak kreatif, dia akan kesulitan menyusun lego atau
menghasilkan lego dengan tipe yang hampir sama.
Sund (Daryanto,
2009:147-148) menyebutkan ciri-ciri anak kreatif sebagai berikut.
1. Memiliki
keingintahuan yang besar.
2. Bersikap
terbuka terhadap hal-hal baru.
3. Panjang
akal.
4. Memiliki
keinginan untuk menemukan dan meneliti.
5. Cenderung
lebih menyukai tugas yang berat dan sulit.
6. Cenderung
mencari jawaban yang luas dan memuaskan.
7. Memiliki
dedikasi, semangat serta aktif dalam melaksanakan tugasnya.
8. Berpikir
fleksibel
9. Menanggapi
pertanyaan dan menjawab pertanyaan lebih banyak
10. Kemampuan
membuat analisis dan sintesis.
11. Memiliki
daya abstrak yang cukup baik.
12. Memiliki
latar belakang membaca yang luas.
Keduabelas ciri-ciri anak kreatif
tersebut menunjukkan betapa kreativitas dapat mengembangkan wawasan dan
kemampuan kognitif siswa. Orang-orang sukses seperti Plato, Leonardo Da Vinci,
Affandi, JK. Rowling memiliki ciri-ciri tersebut. Dalam jangka panjang,
orang-orang kreatif dapat membangun etos kerja yang baik karena mampu
menggabungkan elemen-elemen secara unik sehingga melahirkan pemikiran yang
berbeda. Sebagaimana yang dapat dipelajari dari cerita JK. Rowling, dimana
penulis fenomenal tersebut menjadikan kegemarannya sebagai lahan mata
pencaharian. Dia mengedepankan berpikir out
of the box sehingga karya-karyanya mampu menyihir para pembaca. Ini menunjukkan betapa pentingnya kreativitas
untuk anak-anak sehingga guru wajib mendorong anak menjadi anak yang kreatif.
Kreativitas tidak
semata-mata diperoleh berdasarkan faktor keturunan namun dipengaruhi oleh
stimulus dari lingkungan sehingga guru harus memberikan stimulus yang tepat
agar kreativitas siswa berkembang. Kreativitas dapat dibentuk oleh guru melalui
pembelajaran. Klausmeier & Ripple (Daryanto, 2009: 153-155) menjelaskan asas-asas
pembelajaran untuk mengembangkan kreativitas dilakukan dengan cara:
1. memberikan
kesempatan siswa untuk berekspresi,
2. keberhasilan
yang dialami dalam usaha-usaha kreatif mendorong ekspresi kreatif yang tingkatnya
lebih tinggi,
3. berpikir
dan bertingkah laku secara bebas dan meluas, dan
4. menggunakan
cara-cara untuk mengembangkan kreativitas.
Dalam pembelajaran,
kreativitas ini sangat penting agar siswa tidak bosan dan siswa dapat
memperoleh pembelajaran yang lebih bermakna. Ada berbagai cara yang bisa
digunakan guru untuk mengungkapkan kreativitasnya dalam pembelajaran, misalnya dalam
menggunakan model, metode ataupun media belajar. Pembelajaran yang kreatif ini
dapat direncanakan dari awal semester atau bisa juga dilakukan saat guru
menemui permasalahan. Misalnya, guru menemukan siswa belum menguasai konsep
pecahan walaupun guru sudah menggunakan media gambar. Untuk menghadapi
permasalahan tersebut, guru secara insidental menciptakan pembelajaran kreatif
yang tidak ada di buku dan disesuaikan oleh kondisi siswanya.
Daryanto (2009:
156-155) dan Sri Widayati, dkk (2002: 16-17) menyebutkan cara yang bisa
digunakan untuk mengembangkan kreativitas adalah :
1. belajar
konstruktivisme,
2. melakukan
pendekatan inquiry (pencaritahuan),
3. menggunakan
teknik-teknik sumbang saran (brain storming),
4. tugas-tugas
realistis dan berarti,
5. memberikan
penghargaan bagi prestasi kreatif, dan
6. meningkatkan
pemikiran kreatif melalui banyak media.
Jika dilihat dari cara-cara tersebut,
untuk mengembangkan kreativitas siswa dibutuhkan pendekatan student centered sehingga siswa tidak
hanya duduk diam selama pembelajaran.
Praktek pendidikan
selama ini masih kurang memfasilitasi kreativitas siswa. Proses belajar di
dunia pendidikan formal saat ini masih menitikberatkan pada proses berpikir
konvergen sehingga banyak siswa terhambat dan tidak mampu menghadapi masalah
yang menuntut pemikiran dan pemecahan masalah secara kreatif. Fakta lain,
guru-guru masih menggunakan metode ceramah dan memaksakan siswa selama
berjam-jam duduk diam di kursinya mendengarkan penjelasan guru. Pembelajaran
seperti ini tidak memberi kesempatan siswa untuk mengeksplor pengetahuannya dan
mencoba hal-hal baru. Bahkan, saat Penulis masih SD, seorang guru memberikan
nilai rendah pada karya siswa karena tidak sesuai dengan siswa yang lainnya. Guru
terbiasa melihat hasil karya yang sama dan kurang mengapresiasi jika siswa
menampilkan karya yang berbeda. Itu membuat siswa menjadi takut mengekspresikan
kreativitasnya. Jika hal ini terus dibiarkan, maka anak-anak sekolah hanya akan
tercetak menjadi robot yang selalu mengikuti perintah dan tidak berani mengekspresikan
kepiawaiannya.
Hampir semua sekolah
formal di Indonesia kurang menyentuh aspek kreativitas siswa. ini terjadi karena
dampak dari kurikulum 1975 yang berorientasi pada hasil belajar siswa pada
ranah kognitif (Suyanto&Djihad Hisyam, 2000: 148). Kurikulum ini terus
diperbaiki namun karena guru sebagai manajemen kelas sudah merasa nyaman dengan
pembelajaran tempo dulu maka kurikulum 1994 yang secara filososfis menaruh
perhatian pada pembelajaran yang dinamis pun tidak dapat berjalan sesuai dengan
tujuannya. Dari penjelasan tersebut, dapat kita pahami betapa pentingnya
perubahan (inovasi) pembelajaran untuk menstimulus kreativitas siswa.
Kreativitas selalu
diikuti oleh inovasi karena kreativitas tanpa inovasi bagaikan sayur tanpa
garam. Inovasi menyebabkan kreativitas seseorang bukanlah hanya hal yang
berbeda saja tetapi juga memiliki nilai guna, efisiensi, efektifitas maupun
keunggulan sehingga kreativitas yang disertai inovasi menjadi karya yang
berbeda dan bernilai tinggi. Inovasi dalam pendidikan diartikan sebagai suatu
perubahan yang baru, dan kualitatif berbeda (dari hal sebelumnya), serta
sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu
dalam pendidikan (Udin Syaefudin Sa’ud, 2009: 6). Indonesia sudah berkali-kali
melakukan inovasi pembelajaran seperti pengembangan cara belajar siswa aktif
(CBSA) dan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM)
(Daryanto&Muljo Raharjo, 2012: 203).
Pembelajaran aktif,
kreatif, efektif, menyenangkan (PAKEM) merupakan pendekatan pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik melakukan kegiatan yang beraneka ragam untuk
mengembangkan keterampilan, sikap, dan pemahaman dengan penekanan pada belajar
sambil bermain. Pendekatan ini mengaktivasi kinerja otak kanan dan otak kiri sehingg
siswa tidak hanya pintar namun juga kreatif. Di Indonesia, pendekatan ini
sangat disarankan untuk dipakai sebagaimana yang tertuang dalam UU No 20 Tahun
2003 tentang Sisdiknas, PP No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
dan Kepmendiknas No. 129a tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan
(Daryanto, 2009: 208).
Pembelajaran PAKEM
terus dikembangkan dan mengalami beberapa penambahan unsur sehingga namanya
berubah menjadi PAIKEM kemudian PAIKEM GEMBROT. Perubahan nama tersebut tidak
mengubah esensi dari PAIKEM, namun malah menyempurnakannya. Daryanto (2009:
210-211) menyebutkan tujuh ada prinsip pendekatan PAKEM sebagai berikut.
1. Belajar
itu melibatkan seluruh pikiran dan tubuh.
2. Belajar
adalah mengkreasi bukan mengkonsumsi.
3. Kerjasama
itu membantu proses belajar.
4. Belajar
itu berlangsung pada banyak tingkatan secara bersamaan (simultan).
5. Belajar
berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri (dengan umpan balik).
6. Emosi
positif sangat membantu belajar.
7. Otak-citra
menyerap informasi secara langsung dan otomatis.
Berdasarkan ketujuh prinsip tersebut,
dapat disimpulkan bahwa PAKEM sangat memfasilitasi kreativitas anak.
Jika dibandingkan
antara pendekatan PAKEM dengan pembelajaran yang dikembangkan oleh Romina
Elisondo, dkk maka terdapat kesamaan di antara keduanya. Hal itu dapat ditinjau
dari prinsip pendekatan PAKEM. Pertama,
pendekatan PAKEM berprinsip belajar itu melibatkan seluruh pikiran dan tubuh. Proposal The Unexpected and Education: Curriculum
for Creativity menawarkan link dan kunjungan ke perpustakan untuk menambah
wawasan. Selain menambah wawasan, aktifitas ini juga menggerakkan tubuh karena
peserta didik tidak hanya belajar di dalam kelas, namun di luar kelas.
Kedua,
PAKEM menekankan belajar itu mengkreasi bukan mengkonsumsi.ini sejalan dengan
program The Suitcase of Grandmother Cristina dimana peserta didik diminta untuk
mengkreasikan barang-barang yang ada di koper nenek Cristina menjadi
kalimat-kalimatyang bermakna. Siswa tidak hanya didekte atau menghafal dalam
membuat kalimat, namun memproduksi kalimat itu sendiri melakukan kegiatan yang
tak terduga.
Ketiga,
dalam pendekatan PAKEM disarankan untuk bekerja sama karena kerja sama dapat membantu
proses belajar. Kegitan memproduksi kalimat dalam The Suitcase of Grandmother Cristina dilaksanakan secara berkelompok
sehingga jika ada satu anak dalam kelompok kurang mampu dalam membuat kalimat,
dapat dibantu dengan anggota kelompok lainnya. Itu berarti, siswa yang kurang
mampu dapat dibantu proses belajarnya oleh siswa yang lebih mampu.
Keempat, pendekatan PAKEM menganggap belajar
itu
berlangsung pada banyak tingkatan secara bersamaan (simultan). Saat Romina
Elisondo, dkk menghadirkan guru dari tempat lain, siswa belajar banyak hal
yaitu memperoleh informasi yang berbeda, belajar berinteraksi dengan orang baru
dan memperlajari perspektif sosial budaya yang berbeda. Dalam kegiatan
tersebut, siswa belajar dengan tingkatan yang berbeda-beda secara bersamaan.
Kelima,
PAKEM berasumsi belajar itu berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri
(dengan umpan balik). Dalam proposal yang telah dijelaskan di atas, berbagai
kegiatan memungkinkan siswa mengkonstruksi pemikirannya sendiri dan guru
berfungsi sebagai pengarah, mengarahkan agar konstruksi pemikiran yang dibuat
tidak salah. Selain itu, melalui berbagai kegiatan tersebut siswa juga
memperoleh emosi positif. Siswa dapat bekerja sama dengan orang lain yang
tentunya membuat mereka bahaggia dan mengenal pribadi-pribadi yang baru melalui
kunjungan virtual dan guru dari tempat lain. Ini berarti, kegiatan tersebut
sudah mencakupprinsip keenam
pendekatan PAKEM yaitu emosi positif sangat membantu belajar.
Terakhir,
pendekatan PAKEM menyebabkan otak-citra menyerap informasi secara langsung dan
otomatis. Otak citra bertuga merepresentasikan sinyal-sinyal yang diperloh dari
lingkungan. Sinyal ini dapat langsung dimaknai jika subyek memperhatikan dan
fokus dalam beraktivitas. Individu akan fokus jika dia menikmati pembelajaran
sebagaimana pembelajaran yang dilaksanakan saatmencari tahu isi koper nenek
Catrina sehingga siswa menjadi tahu apa isi koper tersebut meskipun tidak
berinterasi dengan obyek dalam waktu yang lama.
Penerapan pendekatan
PAKEM dan pembelajaran dari proposal The
Unexpected and Education: Curriculum for Creativity dapat dilaksanakan jika
didukung oleh kreativitas guru serta sarana dan prasarana. Guru sebagai
pengelola kelas harus menciptakan pembelajaran yang kreatif. Usaha guru dalam
menciptakan pembelajaran yang kreatif juga harus didukung oleh sarana dan
prasarana agar pembelajaran lebih mudah diterima oleh siswa.
Ada beberapa faktor
penghambat implementasi pembelajaran tersebut yaitu perbedaan individual siswa,
kedisiplinan siswa dalam mengikuti pembelajaran dan sarana atau prasarana yang
terbatas. Setiap anak memiliki karakteristik masing-masing dan guru tidak boleh
memaksakan siswa agar menjadi sama. Keberagaman siswa ini menuntut guru untuk
merancang pembelajaran yang dapat memfasilitasi semua siswa. Siswa sebagai
subjek pendidikan terkadang masih susah untuk mengikuti aturan yang telah
dibuat guru. Hal itu menyebabkan pembelajaran menghabiskan terlalu banyak waktu
sehingga tidak efektif. Sarana dan prasarana seperti komputer yang tersambung
internet juga masih minim. Ini membuat guru merasa kesulitan saat harus
mengajarkan materi yang terlalu abstrak.
Berdasarkan penjelasan
tersebut dapat ditarik kesimpulan jika pendekatan PAKEM dan pembelajaran yang
ditawarkan dalam proposal The Unexpected
and Education: Curriculum for Creativity memiliki kesamaan. Selain itu,
kedua pembelajaran tersebut juga sama-sama memfasilitasi peningkatan
kreativitas anak. Oleh karena itu pembelajaran ini perlu diterapkan dalam
kegiatan belajar mengajar.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kreativitas merupakan
hal yang sangat penting untuk ditanamkan kepada siswa sejak kecil. Pelaksanaan
pembelajaran kreatif dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti The
Suitcase of Grandmother Cristina, mendatangkan guru dari tempat lain, memberikan kesempatan
siswa mengakses beberapa link yang tak terduga serta kunjungan ke perpustakaan
virtual.
Di Indonesia, pembelajaran yang menekankan kreativitas siswa
juga terus digalakkan seperti yang terdapat dalam pendekatan PAKEM. Pendekatan
PAKEM ini memiliki beberapa kesamaan dengan proposal The Unexpected and Education:
Curriculum for Creativity. Selain kesamaan, kedua
pembelajaran tersebut juga mengalami hambatan dalam implementasinya berupa
perbedaan individual siswa, kedisiplinan siswa dalam mengikuti pembelajaran dan
sarana atau prasarana yang terbatas.
B.
Saran
Guru merupakan garda
terdepan dalam pendidikan. Sebagus apapun strategi pembelajaran yang dicanagkan,
jika guru tidak mau berusaha memenuhi kompetensi profesinya, maka kreativitas
itu tidak akan dirasakan oleh siswa. Oleh karena itu, Penulis berharap guru
dapat berjuang meningkatkan proses pendidikan sehingga akan terbentuk anak-anak
yang kreatif, imajinatif dan inovatif.
DAFTAR PUSTAKA
Agus
Taufiq, dkk. (2011). Pendidikan Anak di
SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Daryanto.
(2009). Panduan Proses Pembelajaran
Kreatif dan Inovatif. Jakarta: AV Publisher.
Daryanto&Muljo
Raharjo (2012). Model Pembelajaran
Inovatif. Yogyakarta: GAVA MEDIA.
Suyanto&Djihad Hisyam. (2000). Refleksi dan Reformasi Pendidikan di
Indonesia Memasuki Milenium III. Yogyakarta: ADICITA KARYA NUSA.
Sri Widayati, dkk. (2002). Reformasi Pendidikan Dasar. Jakarta: PT
Grasindo.
Udin Syaefudin Sa’ud. (2009). Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar