SINOPSIS
Anak-anak dilahirkan untuk belajar dan
mendorong kemampuan mereka merasa aman dan memiliki harapan untuk berhasil di masa
depan. Anak-anak membutuhkan perhatian, kasih sayang, keamanan, pertumbuhan,
persahabatan, pengetahuan, sukses. Kurikulum yang muncul dari esensi alam
anak-anak ini adalah memotivasi dan mendukung keuntungan akademik. Merawat
generasi penerus bangsa, keturunan kita, dan umat manusia dan menentukan masa depan, berdasarkan pada
seberapa sukses kita mengenali bakat dan kemampuan anak. Sekolah yang memegang
prinsip-prinsip ini, dalam beberapa hal memberikan hasil ini, menarik perhatian
kita untuk bertindak dalam mendukung pekerjaan.
Tantangan
Pembaharuan
Fokus utama dalam setiap tantangan ilmiah adalah memperbaiki
pendidikan. Untuk membuat kemajuan, sangat penting untuk menentukan bagaimana
mengenali dan kemudian mengukur apa yang kita cari. Sistem pendidikan yang menghormati
apa yang mahasiswa peroleh, yang mempersiapkan setiap anak untuk
mengaktualisasi potensi pribadi dengan cara yang positif, penguatan anak,
keluarga, masyarakat, dan berfokus waktu, energi dan mendukung untuk membangun hal
umum melalui aktualisasi individu. Sekolah, ketika mereka berhasil, benar-benar
melayani anak-anak dan bersedia melakukan masa depan.
Prinsip kritis untuk tantangan pendidikan dijelaskan sebagai
berikut.
1.
Belajar berlainan dan khas untuk setiap siswa.
Semua anak memiliki kebutuhan khusus dan semua anak-anak
membutuhkan bantuan khusus untuk mendukung belajar.
2.
Setiap anak
berharga dan unik.
Manusia merupakan makhluk yang kompleks dan setiap orang
adalah individu yang tak ternilai.
3.
Ilmu manusia adalah landasan dasar untuk mengajar.
Repositori penelitian dan pengetahuan tentang bagaimana
manusia tumbuh disebut Human Development.
Kita perlu guru untuk memahami anak-anak cara, berpikir, belajar, dan tumbuh.
4.
Tujuan hasil pendidikan adalah potensi siswa.
Kita harus mendidik anak, berdasarkan siapa dia, apa yang
dia butuhkan, apa yang dibutuhkan untuk mendapatkan kesejahteraan dan
kebahagiaan. Tujuannya adalah mengetahui setiap anak dan menetapkan jalan untuk
membangun kekuatan keterampilan yang tepat dan mengasah kemampuan bersamaan.
5.
Amerika adalah benteng harapan dan kebesaran.
Banyak pihak yang menjadikan
pendidikan AS sebagai acuan padahal pendidikan di sana telah kehilangan pemahaman tentang keindahan individu
dan kontribusinya untuk keseluruhan.
6.
Aliran kurikulum membangun bagaimana kita belajar.
Fokus pendidikan dapat mempersiapkan setiap siswa dan
mengasah keterampilan, kemampuan, kekuatan, dan keunggulan akademik ke titik
tertinggi untuk orang tersebut. Ide kurikulum datang dan pergi, namun mereka
masih terikat konstruksi tradisional. Kemajuan terbaru dalam memahami otak dan
keterlibatan tubuh dalam belajar, berpikir, pengolahan dan mengingat harus
merevolusi pendekatan pembelajaran siswa. Usaha yang dapat kita lakukan adalah
mengidentifikasi dan menyiapkan pendidikan yang menghormati proses dan potensi
pergeseran nasional, tes baru, memperbaiki pengajaran, memikirkan kembali apa
yang kita lakukan dan bagaimana kita bisa benar-benar mendidik untuk masa
depan.
7.
Hasil untuk siswa mengarahkan kurikulum
Dengan menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak menguntungkan
bagi mereka, kita membuang peluang mereka untuk belajar hal-hal yang bermakna,
memberikan kesenangan, rasa keberhasilan dan penyelesaian. Untuk mendukung
outcome sesuai dengan bakat siswa dapat dilakukan dengan mengoptimalkan
kemampuan siswa menggunakan proses penilaian berbasis kekuatan, dicocokkan
dengan minat dan gairah siswa. Serta, mengikuti pedoman yang sama dan
pemanfaatan keahlian profesional yang membutuhkan rencana transisi dan IEPs,
dengan perencanaan termasuk siswa, keluarga, penilaian profesional dan
profesional sekolah berkomitmen dengan sumber daya masyarakat.
8.
Mendukung pembelajaran bagi seluruh anak, termasuk
keterampilan hidup dan keterampilan fungsional.
Keterampilan fungsional dan kehidupan, belajar dan proses
berpikir juga perlu diajarkan.
9. Pengujian dan evaluasi formatif yang
penting dan proses sumatif dan kita perlu alat yang lebih baik.
Untuk menggunakan data dengan benar dan mendapatkan
penggunaan nyata, kita harus mereformasi praktek pengujian berdasarkan target
prinsip-prinsip panduan yang telah direncanakan. Kita perlu mengukur dan
mendefinisikan proses dan hasil. Setelah kita menentukan apa pendidikan dapat
dan akan mencapai tujuan, kita perlu proses pengujian yang valid dan
reliable untuk mengukur kemajuan itu.
10. Staf sekolah perlu
kerja yang berbeda.
Guru adalah akselerator, focus, support dan menambah bahan
bakar atau energi untuk meningkatkan proses belajar mengajar sehingga harus
memiliki keterampilan.
11. Persiapan
guru juga akan memperlengkapi.
Guru perlu diajarkan, dilatih, dan berubah menjadi
profesional dan kemudian dimasukkan kembali ke dalam proses pendidikan secara
berkala untuk meningkatkan praktik terbaik dan infus set keterampilan baru dan
praktek.
12. Keberadaan
hukum untuk mendukung praktek terbaik
Ini adalah waktu untuk menegaskan bahwa semua anak harus
dilayani, berdasarkan rencana pendidikan
individu tetapi ini tidak bisa hanya berlaku untuk anak-anak yang
diidentifikasi dalam pendidikan khusus.
Singkatnya,
Sudah saatnya bagi sekolah untuk mencerminkan,
kehormatan dan mendukung kebutuhan siswa. Pendidikan tidak sakit atau rusak.
Ini adalah waktu untuk memperlengkapi kembali, meninggalkan warisan kebesaran,
dan kejelasan untuk tumbuh menjadi nilai baru, visi baru, dan arah baru.
PEMBAHASAN
Pendidikan di Amerika Serikat
selama ini menjadi acuan bagi negara-negara lain. Di sisi lain, pendidikan di
negara tersebut belum memfasilitasi mengenai perbedaan individual sehingga
pendidikan lebih mengarah pada memenuhi kebutuhan negara dan bisnis. Sebagaimana
yang diungkapkan oleh Johnson (Jasmine, 2012: 216) “Gardner
percaya bahwa sistem sekolah di AS-dan diikuti oleh hampir semua negara yang
pendidikannya berkiblat kepadanya- terlalu menonjolkan kecerdasan linguistik dan logis-matematis ketimbang kecerdasan
lainnya”. Hal itu menyalahi kodrat anak, dimana anak adalah individu yang unik dan
memiliki bakat masing-masing. Anak-anak harus dirawat dengan baik karena mereka
yang akan melanjutkan peradaban dunia. Oleh karena itu, perlu adanya revolusi
pendidikan. Revolusi pendidikan bukanlah hal yang mudah untuk dilaksanakan.
Membutuhkan waktu yang lama, sinergi dari semua pihak dan sistem yang kuat
untuk melaksanakannya.
Ada banyak tantangan dalam
revolusi pendidikan. Salah satu tantangan revolusi dalam pendidikan dicetuskan
oleh J'Anne Affeld &Martha Affeld dalam jurnalnya yang berjudul Education: The Retooling Challenge. Jurnal
tersebut menjelaskan mengenai prinsip
kritis yang harus dihadapi untuk memperbaiki pendidikan.
Permasalahan mengenai
pendidikan tidak hanya terjadi di Amerika Serikat. Indonesia sebagai salah satu
negara yang mengadopsi pendidikan negara tersebut, juga mengalami permasalahan
dalam pendidikan. Permasalahan mengenai pendidikan di Indonesia akan dijelaskan
sebagai berikut.
Permasalahan
Pendidikan di Indonesia
Sudarwan Danim (2006:
87-89) menjelaskan tujuan pendidikan dasar adalah memberikan bekal kemampuan
dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi,
anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan
peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Namun, praktik pendidikan di
Indonesia masih jauh dari mencapai tujuan pendidikan. Guru, sebagai ujung
tombak pendidikan, memiliki peranan yang sangat penting dalam peningkatan kualitas.
Namun, hasil penelitian menunjukkan afiliasi guru di dalam gerakan
reformasi tersebut diarahkan pada
afiliasinya terhadap disiplin illmu dan politik, bukan terhadap peran guru
sebagai yang memfasilitasi proses pendidikan (Tilaar, 2006: 89). Hal ini terjadi karena mutu guru-guru di
Indonesia masih memprihatinkan. Data Balitbang tahun 2001 menunjukkan guru SD
(baik negeri maupun swasta) yang dinilai layak mengajar hanya 38% dari 1.141.168 guru se-Indonesia (Kusnandar,
2011: 41).
Pengajaran yang dilakukan
guru masih bersifat teacher centered.
Pembelajaran masih textbook, proses belajar mengajar didominasi ujian, minimnya kegiatan
ekstrakurikuler yang bermanfaat yang dapat memperkaya wawasan siswa untuk
menghadapi dunia kerja serta kehidupan nyata (Marjohan, 2009: 19). Hal tersebut
menyebabkan kemerosotan daya tarik sekolah. Dunia pendikan juga belum bisa menjanjikan outcome yang baik. Sekolah
bertahun-tahun tapi hasilnya tidak jelas. Pendidikan kita hanya mampu
melahirkan generasi yang senang meramaikan mal, plaza dan tempat-tempat
rekreasi ((Marjohan, 2009: 49). Barangkali hal itu terjadi karena pemerintah,
masyarakat, orang tua, sekolah, dan media massa telah salah dalam mendidik
sehingga semua pihak tersebut harus ikut bertanggung jawab. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut maka pemerintah Indonesia melakukan beberapa upaya yang
akan dijelaskan pada subbab berikutnya.
Upaya
Perbaikan Pendidikan di Indonesia
Dalam rangka
memperbaiki kualitas pendidikan, pemerintah melakukan beberapa upaya yaitu memperbaiki kurikulum, meningkatkan kualitas
guru, dan memberikan otonomi kepada pihak swasta untuk mengembangkan sekolah. Perbaikan
kurikulum yang mencakup pembaharuan materi, metode mengajar, dan penilaian.
Kurikulum Indonesia sudah beberapa kali dirombak. Yang terbaru adalah kurikulum
13. .Kurikulum 13 merupakan kurikulum yang diadopsi dari Finlandia (Akuntansi
Pendidik, 16 Maret 2014). Kurikulum ini mengedepankan pada pemahaman,
keterampilan, kreativitas, dan pendidikan
karakter dimana guru dituntut merancang
pembelajaran afektif dan bermakna, mengorganisasikan pembelajaran, memilih
pendekatan pembelajaran yang tepat, menentukan prosedur pembelajaran dan
pembentukan kompetensi secara efektif, serta menetapkan kriteria. Pelaksanaan
kurikulum ini didukung oleh Permendikbud No 57 tahun 2014 tentang Kurikulum
2013 Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.
Dalam rangka mendukung
pelaksanaan kurikulum yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, maka pemerintah terus berupaya
memperbaiki kualitas guru. Melalui UU Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 29 ayat 2 tentang
Standar Nasional Pendidikan, pemerintah memutuskan pendidik SD/MI memiliki
kualifikasi akademik minimal S1, berlatar belakang pendidikan SD/MI, dan
sertifikasi profesi guru untuk SD/MI. Sertifikasi guru adalah proses
peningkatan mutu dan uji kompetensi tenaga pendidik dalam mekanisme yang telah
diatur pemerintah. Selain sertifikasi, upaya peningkatan kualitas juga
dilakukan dengan program Pendidikan Profesi Guru (PPG). Pemerintah juga menetapkan komponen kompetensi guru. Direktorat tenaga
kependidikan Depdiknas, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
standar kompetensi guru meliputi empat komponen, yaitu 1) pengelolaan
pembelajaran, 2) pengembangan potensi, 3) penguasaan akademik, 4) sikap
kepribadian. Pada tahun 2005 pemerintah juga mengeluarkan UU No 14 tentang Guru
dan Dosen, yang menggarisbawahi semua guru harus memiliki kompetensi dasar
yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan professional.
Selain itu, dukungan
dari pihak swasta dengan menciptakan sekolah-sekolah yang berbeda juga
mendukung peningkatan output
pendidikan. Pendidikan nasional mengakui pendidikan yang dibiayai oleh
masyarakat (lembaga-lembaga pendidikan swasta) sebagai mitra pemerintah dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa (Tilaar, 2009: 17-18). Sekolah swasta yang
berangkat dari visi dan misi yang sesuai dengan lingkungannya, bermodalkan guru
yang berkualitas, dikekola dengan penuh dedikasi dan disiplin tinggi sehingga
menghasilkan lulusan yang berkualitas tinggi akan mendapatkan simpati
masyarakat. Pendidikan swasta memiliki otonomi yang lebih luas dari pada
pendidikan yang dinaungi oleh pemerintah, tidak terkecuali dalam menentukan
kurikulum. Contohnya Sekolah Multiple
Intteligence yang didirikan oleh Munif Chatib yang bertujuan untuk
menciptkan pembelajaran yang mengedepankan kecerdasan majemuk.
Tantangan
Upaya Perbaikan Pendidikan di Indonesia
Tobias, dkk (2014,
35-38) dalam jurnalnya yang berjudul Towards
Better Education Quality: Indonesia’s Promising Path menyebutkan ada
beberapa tantangan dalam upaya memperbaiki pendidikan SD di Indonesia. Pertama,
variabel tingkat pembelajaran
dan permasalahan
pemerataan. Variasi regional dan
terdapat
ketidakadilan dalam distribusi guru dan
sumber daya di seluruh wilayah merupakan masalah yang
signifikan. Pendidikan yang sangat tertinggal di Indonesia bagian timur
menunjukkan ada 72 kabupaten yang
masih memiliki tingkat pendaftaran pendidikan dasar di
bawah 90% pada 2012-2013. Kedua, kesinambungan keuangan dan efektivitas biaya
reformasi. Biaya besar terkait dengan sertifikasi dan peningkatan gaji utama
dapat menyerap pengeluaran
tingkat pendidikan. Ada juga kekhawatiran bahwa Program BSM (beasiswa)
mungkin tidak efektif dalam melayani masyarakat miskin. Data dari tahun
terakhir menunjukkan setengah dari semua dana BSM untuk 40% dari
populasi siswa termiskin, sementara separuh lainnya
menguntungkan mereka yang terkaya
60%.
Ketiga, cakupan, pemerataan dan kualitas pelayanan anak usia dini
dan pendidikan. Angka partisipasi kasar
untuk pra-primer meningkat dari 24,8% pada tahun 2000
menjadi 41,5% di 2011. Pendaftaran berumur antara 4-6 tahun dari kuintil termiskin
meningkat dari 19% menjadi 36% di 2004-2010.
Ada perbedaan yang cukup besar
dalam cakupan
antara daerah perkotaan dan pedesaan. Keempat, pendidikan transisi kerja. Bukti dari Organisasi Buruh Internasional (ILO 2013)
menunjukkan transisi sekolah
ke bekerja tetap sulit, dengan tingkat pengangguran kaum
muda berfluktuasi antara 20-32% pada 2000-2011 dan bukti setengah pengangguran kaum muda.
Analisis
Tantangan dan Perbaikan Pendidikan di Indonesia dengan Prinsip Kritis
Dua belas prinsip
kritis yang dicetuskan oleh J'Anne Affeld & Martha Affeld merupakan tantangan yang mungkin terjadi untuk
memperbaiki mutu pendidikan,. Melalui prinsip tersebut, diharapkan pendidikan dapat merawat generasi penerus
bangsa sehingga akan tercipta anak-anak yang luar biasa. Berdasarkan
penjelasan pada subbab sebelumnya, maka berikut ini akan dijelaskan sejauh
mana upaya pemerintah dalam menghadapai
tantangan serta kesesuian program-program pendidikan di Indonesia dengan The Retooling Education.
Pertama, setiap anak memiliki
ciri khas yang berbeda dan pembelajaran harusnya memfasilitasi perbedaan
individual ini. Perbedaan yang menghargai kekhasan setiap anak dapat diartikan
sebagai upayauntuk menghargai bahwa setiap anak itu unik dan berharga. Di
Indonesia pembelajaran yang memfasilitasi perbedaan sedang digalakkan. Ini
dapat dilihat dari garis besar kurikulum 13, dimana dalam kurikulum tersebut,
terdapat berbagai macam kegiatan seperti menyanyi, eksperimen, membuat karya,
berbicara di depan kelas, dll. Selain itu, kurikulum tersebut juga menghilangkan
sistem ranking sehingga siswa dengan kecerdasan akademik yang biasa saja tidak
merasa termarjinalkan. Melalui kegiatan tersebut, tidak hanya anak dengan
kecerdasan linguistik dan logika yang terfasilitasi pembelajarannya, namun anak
dengan kecerdasan musikal,
interpersonal, kinestetik, juga terfasilitasi perkembangannya. Bahkan,
sekolah yang didirikan oleh Munif Chatib secara terstruktur menerapkan multiple
intelligence untuk memfasilitasi perbedaan. Namun, guru-guru masih belum yakin
dengan hal tersebut. Informasi akan masuk ke dalam otak siswa dan tak
terlupakan seumur hidup apabila informasi tersebut ditangkap berdasarkan gaya
belajar siswa (Munif Chatib, 2012: 33).
Kedua, ilmu
manusia adalah landasan dasar untuk mengajar sehingga guru yang mengajar harus
dari ilmu yang linier dan berkompeten. Pemerintah sudah menetapkan UU Guru
dimana berdasarkan undang-undang tersebut, guru SD seharusnya sarjana lulusan
SD/MI atau sudah menempuh persamaan. Namun, kualitas guru di Indonesia memang
belum maksimal. Itu dibuktikan dengan data balitbang yang menyatakan hanya 38% dari 1.141.168 guru se-Indonesia (Kusnandar,
2011: 41) yang dinilai layak mengajar. Oleh karena itu, pemerintah
melaksanakan sertifikasi dan PPG untuk meningkatkan kualitas guru. Dengan
peningkatan kualitas guru, maka akan diperoleh pembelajaran yang berbeda. Guru
sebagai garda terdepan dalam pendidikan maka harus memiliki kompetensi baik
pedagogik, kepribadian, professional, dan sosial. Selain itu, ada berbagai
kegiatan untuk mendukung guru agar melakukan kerja yang berbeda seperti
seminar, diklat, kunjungan sekolah dan KKG. Ini dapat dilihat dari Upaya
pemerintah untuk meningkatkan kompetensi guru melalui program sertifikasi,
diklat, seminar, dan Pendidikan Profesi Guru (PPG).
Setiap
awal semester, guru juga sudah membuat silabus, program semester dan RPP. Namun
di daerah yang tergolong 3T, upaya seperti itu sulit untuk dilakukan. Hal itu
terjadi karena jumlah guru kurang memadai dengan kualitas yang lebih rendah
dibanding daerah perkotaan.
Ketiga,
tujuan pendidikan adalah potensi
siswa. Sekolah tidak hanya untuk mendapatkan nilai 100
karena nilai tersebut belum bisa merepresentasikan potensi siswa. Pemerintah
menyadari betapa pentingnya potensi siswa sehingga memberikan kesempatan
sekolah untuk memberikan kecakapan atau keterampilan hidup yang diintegrasi
dalam pembelajaran. Pemerintah melalui Permendikbud No 62 tahun 2014
menjelaskan tentang ekstrakurikuler yang ada di sekolah. Ini berarti pemerintah
mendorong keterampilan hidup dan fungsional siswa. Pada kurikulum 13,
pemerintah juga meminimalkan jumlah mata pelajaran dari 10 menjadi 6
mata pelajaran untuk tingkat Sekolah Dasar. Dengan adanya pengurangan ini
diharapkan anak-anak tidak perlu mempelajari tentang hal-hal yang tidak bermakna.
Anak-anak cukup mempelajari materi yang sesuai dengan tahap perkembangannya dan
kebutuhannya di masa depan.
Keempat, Aliran kurikulum
membangun bagaimana kita belajar. Setiap kurikulum memiliki prinsip
tersendiri dan prinsip-prinsip inilah yang mempengaruhi kegiatan yang akan
dilakukan. Misalnya, Kurikulum 13 mengedepankan tentang pemahaman,
keterampilan, kreativitas, dan pendidikan
karakter sehingga pembelajaran bergerak sesuai dengan hal-hal tersebut.
Sebagaimana pendapat Affeld, J'Anne &Martha Affeld (2015) yang menjelaskan bahwa kemajuan terbaru dalam memahami otak
dan keterlibatan tubuh dalam belajar, berpikir, pengolahan dan mengingat harus
merevolusi pendekatan pembelajaran siswa maka kurikulum 13 pun menerapkan hal
tersebut. Penyusun kurikulum 13 juga
menyesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia sehingga kurikulum yang
diadopsi dari Finlandia tersebut, tidak merusak tatanan masyarakat namun malah
bersinergi dengannya.
Terakhir, keberadaan hukum untuk
mendukung praktek terbaik. Pemerintah sudah berkali-kali mengeluarkan kebijakan
pendidikan untuk mendapatkan praktek terbaik. Misalnya, Permendikbud
No 57 tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Permendikbud
No 62 tahun 2014 tentang ekstrakurikuler yang ada di sekolah, UU Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen, dan masih banyak yang lainnya. Peraturan-peraturan
yang dikeluarkan senantiasa untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Berdasarkan penjelasan
tersebut, dapat disimpulkan jika upaya perbaikan pendidikan sudah berusaha
mencakup prinsip kritis meskipun ada
banyak. Meskipun ada banyak tantangan, pemerintah tetap berusaha berjuang agar
mutu pendidikan meningkat. Bukan hanya pemerintah, namun pihak swasta sebagai
mitra pemerintah juga turut membantu terselenggaranya pendidikan yang lebih
baik.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Melakukan perubahan memang tidak mudah. Ada banyak
tantangan yang harus diperbaiki. Namun, kondisi tersebut tidak menyurutkan
pemerintah Indonesia dan pihak-pihak yang peduli dengan pendidikan untuk terus
berjuang meningkatkan kualitas pendidikan. Tantangan yang dihadapi Indonesia
dalam memperbaiki pendidikan adalah kualitas dan distribusi guru yang
tidakmerata,kurikulum yang menjadi landasan proses pendidikan dan dari pihak
siswa itu sendiri.
B.
Saran
Perubahanbukan untuk ditunggu namun diupayakan
dengan segala perjuangan. Selama ini, masyarakat terlalu pasif dengan
pendidikan, sehingga Penulis berharap, setelah ini masyarakat lebih kritis
menyikapi pendidikan sehingga bukan hanya guru yang berjuang namun semua pihak.
DAFTAR
PUSTAKA
Affeld,
J'Anne & Martha Affeld. (2015).
Education: The Retooling Challenge. International Journal for
Innovation Education and Research, Vol.3-2.
Akuntansi
Pendidik. (16 Maret 2014). Kurikulum
2013, Suatu Proses Peningkatan Mutu Pendidikan. Diakses tanggal 8 Mei 2015
melalui. http://www.akuntansipendidik.com /2014/03/kurikulum-2013-suatu-proses
peningkatan-mutu-pendidikan.html?m=1
Jasmine,
Julia. (2012). Metode Pengajaran Multiple
Intelligences (Terjemahan Purwanto). Bandung: NUANSA CENDEKIA. (Buku asli
diterbitkan tahun 2001).
Kusnandar.
(2011). Guru profesional Implementasi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru.
Jakarta: Rajawali Press.
Marjohan.
(2009). School Healing: Menyembuhkan
Problem Sekolah. Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani.
Munif
Chatib. (2012). Gurunya Manusia:
Menjadikan Semua Anak Istimewa dan Semua Anak Juara. Bandung: Kaifa.
Sudarwan
Danim. (2006). Agenda Pembaruan Sistem
Pendidikan. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.
Tilaar.
(2006). Standarisasi Pendidikan
Nasional (Suatu Tinjauan Kritis). Jakarta:
Rineka Cipta.
Tobias, Julia, dkk. (2014) . Towards Better Education
Quality: Indonesia’s Promising Path. Development
Progress.